duri pun berbagi: Surat Rindu di Ruang Sepi

Surat Rindu di Ruang Sepi

Posted by AdminDuri on Rabu, 24 November 2010 0 komentar

Pelita, 23 november 2010
Surat buat saudaraku yang mewakili masa lalu yang terjal

                    Salam cinta di ruang rindu saudaraku,
 
                   Kutulis surat ini saat kabut sepi sedang membekapku di kamar yang lapang seluas telapak tangan.  Ujian tengah semester yang orang bilang telah kutuntaskan. Walau belum usai, kutinggalkan. Aku sedang iri melihat sekawananku melenguh tawa dan canda. Aku tak paham, mereka bilang itu terlalu lucu ‘tuk ditertawai. Padahal menurut kita, itu biasa.
     
                Saudaraku,
                Semalam,telah kuusaikan membaca catatancatatan dan komentarkomentar teman di fesbuk. Ada yang rindu dengan sekawannnya yang tak lama ditemui, ada yang rindu dengan suasana kotanya. Aku pun begitu, rindu dengan airmata padamu. Aku baru beberapa hari kembali ke kamar yang lapang seluas telapak tangan. Telah kuusaikan memutar rekaman pada lipatan kisah yang dulu pernah kita lalui di putih abuabu.
                Banyak kisah yang kudapat pada teman yang sedang merajut mimpi di sana. Mereka senang kami kembali. Tapi,harus rela melepas kami pergi. Kami rindu masa putih abuabu. Tapi, tetap kami masih harus terus menyulam benang mimpi dengan jarum duri yang kami pegang. Bukankah itu kodrat kita saudara? Masih banyak yang harus kita lakukan, sebelum kembali memutar rekaman yang kita simpan rapi dalam sapu tangan di peti kotak itu.

                Saudaraku,
                Dari angkatan kita, telah banyak profesi yang kudapati, kuharap itu hanya sementara dan kita kan bertemu kembali setelah menjadi orang besar pada profesi kita. Sebagian besar merajut mimpi pada bangku kuliah, ada yang nyambi kerja, ada yang nganggur, ada yang tak tahan menikah, ada yang merajut mimpi di laut lepas, sementara aku hanya sedang bermimpi di padang ilalang sambil bercumbu dengan tangkaitangkai duriku yang orang lain anggap hina. Banyak yang mencoba menarikku, walau aku telah terjun. Tapi, aku takkan mau bergerak. Aku punya mimpi besar yang Tuhan belum mau berikan. Selalu begitu, jauh lebih indah rencanaNya.
                Saudaraku,
                Kuharap, di suatu waktu kita masih bisa bercumbu bersama. Sebab disini, aku tak butuh yang lain. Aku masih bisa sendiri bersama kalian. Kuharap kalian pun tak sempat mau melupakan lipatan kisah kita, sambung terus. Tak usah kalian mirip dengan saudara yang telah mendaftarhitamkan kita sebagai saudaranya karena pendidikan baru yang ditempuhnya juga teman baru yang didapatkannya. Kelak, kita kan balik kembali.
                Saudaraku,
                Entah telah berapa kata serupa puisi yang kutulis ‘tuk meluapkan rinduku padamu. Sebab, aku benar-benar rindu. Rindu mengajakmu bertengkar dan menangis. Rindu mengajakmu bertepuk dada akan kesombongan kita. Sebab pada masanya, kita memang tak punya lawan yang berarti.
                Saudaraku,
                Kuusaikan suratku! Ada kegelisahan tentang jarum jam yang berdiri tegak. Suatu waktu, rinduku kan kembali membuncang dan kembali kan kusambung kata rinduku.

                Salam.
                      Dari kamar lapang yang seluas telapak tangan, bakar terus semangatmu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...